Keren itu ‘Mainstream’
“Gue pengen deh jadi
kaya anak itu, keren banget!”
“Gue udah keren belom sih pake baju ini?”
"Ih keren banget dia, liat deh. Cocok banget jadi panutan"
Tidak jarang kalimat-kalimat diatas terdengar di tengah percakapan kita sehari-hari. Apalagi di jaman Millennial yang koneksi wajib ada tanpa putus demi eksistensi sosial. Belum keren namanya kalau follower cuma ratusan, like cuma puluhan, dan feed berantakan. Aku rasa fenoman ini sangat berhubungan dengan apa yang mereka sebut Keren. Hingga suatu saat, aku mulai bertanya pada diri sendiri tentang apasih sebenarnya "keren" itu? Apa indikator suatu ke-keren-an itu? Bagaimana seseorang
bisa diakui masyarakat untuk menjadi sosok yang keren?
Saat aku mulai memikirkan lebih jauh tentang kata-kata “keren” ini dengan menghubungkan hal-hal yang ada disekitarku, aku mulai menyadari satu hal. Keren itu
mainstream. Well, tulisan ini aku ulas berdasarkan perspektifku ya, jadi silahkan aja kalau misal teman-teman punya pendapat lain tentang hal ini.
Kata mainstream sebenarnya berasal dari bahasa inggris. Namun karena kata ini sudah cukup sering digunakan dalam masyarakat, kata ini mulai populer dan seakan sudah menjadi bagian dari bahasa indonesia. Dari defini diatas, aku menyederhanakannya sebagai sepaham alias keadaan dimana banyak orang meyakini sesuatu yang sama. Nah, meyakini ini bisa ditunjukkan dengan hal-hal seperti seragam, serupa, senasib #loh. Darimana aku mendapatkan kesimpulan itu? Bagaimana bisa?
Sekarang, mari kita renungkan bersama. Diawal tahun 2000, lelaki akan
dianggap keren jika memakai celana pencil. Pada saat itu, celana pencil memang banyak digunakan oleh kalangan muda, terinspirasi dari Band Cangcuters yang kala itu lagi Hype banget. Dijaman ini, keren itu kalau pakai celana sobek, entah dititik mana dan seberapa besar lubangnya, pokoknya harus disobek. Dan benar saja, pemakai celana sobek ini sudah banyak sekali, dari artis sampai calon artis, dari yang muda dan yang dulunya muda pun gak mau kalah. Beralih dari didunia fashion, ada juga pemahaman kalau orang keren itu yang sudah pernah keliling dunia, merasakan empat musim, dan mampu berbahasa asing. Dan lagi, sosok seperti itu sudah banyak juga sih di jaman now. Jadi, dari beberapa contoh diatas, bisa dikatakan bahwa keren itu melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah banyak dilakukan orang lain juga.
Kalau dikaitkan dengan ukuran kesuksesan, bisa dibilang keren dan sukses itu tidak cukup erat hubungannya. Artinya, tidak ada jaminan jika kamu menjadi sosok keren kamu akan sukses, meskipun terkadang ada juga yang kejadian. Kenapa? Untuk menjadi keren, kita perlu mendapat pengakuan dari masyarakat (objektif), sedangkan untuk menjadi sukses kita hanya membutuhkan pengakuan diri sendiri (subjektif). Ukuran sukses tiap individu juga berbeda-beda, tidak bisa digeneralisir atau disamaratakan dan bersifat long term. Berbeda dengan "si keren" yang bisa diprediksi dan terbatas oleh ruang waktu. Ada kutipan yang mengatakan:
“Jadilah berbeda atau menonjol untuk menjadi
sukses”
Melalui catatan kali ini, aku ingin
mengingatkan (pada diriku sendiri juga sih) untuk jangan pernah puas jika kamu mendapat label “keren” dari
sekitar, karena kamu sebenarnya hanyalah mengikuti perspektif masyarakat. Jangan sampai kamu mengikuti arus yang membuai hingga lupa tujuan akhirmu untuk menjadi "si sukses". Oleh
karena itu, jadilah menonjol alias satu tingkat lebih dari keren untuk mencapai sebuah
kesuksesan sejati. Selain itu, jangan sedih akan tanggapan masyarakat jika
kalian dianggap berbeda, karena saat ini dunia membutuhkan orang-orang yang berani menjadi berbeda, sosok pemberi warna dalam hitam putih kehidupan, bukan orang yang kualitasnya sama seperti yang lain.
Comments
Post a Comment